Anda Ingin, Anda Yakin, maka Itu MUNGKIN...

Tuesday 27 March 2012

Masyarakat Madani


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

2.      Rumusan Masalah
a.       Apakah yang dimaksut dengan Masyarakat Madanai?
b.      Apakah cirri-ciri masyarakat Madani?
c.       Bagaimanakah masyarakat Madani di Indonesia?
d.      Bagaimanakah terbentuknya masyarakat Madanai di Indonesia?

3.      Tujuan
a.       Memahami pengertian Masyarakat Madani
b.      Mengetahui ciri-ciri masyarakat Madani
c.       Mengetahui bagaimana masyarakat Madani di Indonesia
d.      Mengetahui awal terbentuknya Masyarakat Madani di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

Banyak ahli dan pengamat menilai bahwa masyarakat madani sedang berada dalam pembentukan di Indonesia. Beberapa indikasi sering diangkat, seperti cepatnya demokratisasi, kian terbentuknya kelas menengah sosial ekonomi yang berpendidikan tinggi dan mempunyai kekuatan ekonomi, dan semakin terbukanya akses informasi.
        Kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini merupakan suatu bentuk tindakan yang bertentangan dengan konsep masyarakat madani yang secara relatif harfiah dapat dipahami sebagai "masyarakat beradab" berbudaya atau bertamadun. Karena, kerusuhan-kerusuhan sosial itu pada hakikatnya mencerminkan perilaku aktor-aornya yang tidak demokratis, tidak peduli huukum, (lawlessness), tidak beradap ( uncivilized) dan bahkan mungkin juga barbar.
        Adakah hubungan gerakan yang mengklaim sebagai gerakan prodemokrasi dan pembentukan masyarakat madani??
        Sementara orang menyatakan bahwa gerakan-gerakan prodemokrasi merupakan salah satu prsyarat bagi pembentukan masyarakat madani. Bahkan lebih jauh lagi gerakan-gerakan prodemokrasi hampir diidentifikasikan dengan posisi pemerintah. Dalam pandangan ini, suatu gerakan baru dapat disebut prodemokrasi apabila selalu berseberangan dengan dengan rezim penguasa secara mapan. Dipengaruhi peristiwa politik di eropa dengan dukungan teori berbagai sarjana, diantaranya adalah Guiseppe Di Palma, kelompok itu menyatakan bahwa masyarakat sipil adalah musuh alamiah otokrasi, kediktatoran, dan bentuk-bentuk lain kekuasaan yang sewenang-wenang.
        Akibatnya, gerakan kelompok dan kekuatan-kekuatan lain yang sebenarnya juga sangat terlibat dalam demokratisasi tidak dianggap sebagai gerakan prodemokrasi. demokrasi dalam konteks kalangan itu, tidak selalu berarti oposisi. demokrasi lebih sering dianggap aspek kehidupan bukan hanya politik, tetapi juga sosial, budaya, pendidikan, ekonomi dan seterusnya.
        apakah masyarakat sipil-khususnya sebagai diinginkan kelompok-kelompok yang menyebutkan dirinya sebagai geraka prodemokrasi-harus berdiri head to gead atau oposisi dengan kekuasaan atau bahkan menumbangkan kekuasaan itu sendiri.
        Masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Sivilitas meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima berbagai pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.
1.      Pengertian dan Ciri-Ciri Masyarakat Madani (civil society)
Masyarakat madani berasal dari proses sejarah Barat. Akar perkembangannya dapat diruntut mulai Cicero dan bahkan sejak jaman Aristoteles. Yang jelas, Cicero mulai menggunakan istilah societies civilis dalam filsafatnya. Dalam tradisi Eropa sampai abad ke-18, pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian Negara, yakni suatu kelompok yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain.
Diskusi-diskusi mutakhir tentang civil society pada umumnya berproses pada pemahaman de Tocqueville. Civil society dapat dicirikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan social yang terorganisasi dan diantaranya bercirikan:
a.       Kesukarelaan (voluntary)
b.      Keswasembadaan (self generating)
c.       Keswadayaan (self supporting)
d.      Kemandirian tinggi berhadapan dengan Negara
e.       Keterkaitan dengan norma atau nilai-nilai hokum yang diikuti warganya. Dari pengertian tersebut, civil society berwujud dalam berbagai organisasi yang dibuat oleh masyarakat di luar pengaruh Negara. Lembaga swadaya masyarakat, organi social keagamaan, paguyuban, dan juga kelompok-kelompok kepentingan merupakan wujud dari kelembagaan civil society (Sunarso dkk, 2008: 82).
Perbedaan antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah.
Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
a)      Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat  melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
b)      Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
c)      Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
d)     Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
e)      Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
f)       Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu  mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
g)      Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerinthana demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani sbb:
a)      Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
b)      Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok. 
c)      Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain  terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
d)     Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga  swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan  kebijakan publik dapat dikembangkan.
e)      Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling  menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
f)       Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi,  hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
g)      Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan  yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak asasi manusia.
Civil Society sebagai pemberdaya warga Negara akan dapat mendorong Demokratisasi apabila mampu meningkatkan efektivitas masyarakat politik untuk menguasai/mengontrol Negara. Civil Society bukan hanya bermaksut mengenbangkan loyalitas yang khusus tertuju pada kelompoknya, tetapi juga kepada Negara serbatas  dengan hak-kewajibannya sebagai warga Negara, tanpa begitu saja membiarkan Negara melakukan dominasi dan hegemoni. Civil Society adalah otonom dalam berhadapan dengan Negara (Cholisin, 2009: 39).

2.      Masyarakat Madani di Indonesia
Secara historis civil society di Indonesia telah muncul setelah proses transformasi akibat modernisasi terjadi yang menghasilkan pembentukan masyarakat baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Dengan demikian, akar civil society di Indonesia dapat dirunut secara historis sejak terjadinya perubahan social ekonomi pada masa kolonial Belanda. Hal tersebut mendorong terjadinya pembentukan masyarakat baru lewat proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya antara lain adalah munculnya kesadaran baru di kaum elit pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi-organisasi modern di awal abad ke-20.
Dalam perjalanannya,pertumbuhan civil society  di Indonesia pernah mengalami suatu masa yang sangat menjanjikan untuk pertumbuhannya. Hal ini terjadi sejak kemerdekaan sampai 1950an, yaitu saat organisasi-organisasi social dan politikdibiarkan tumbuh bebas dan memperoleh dukungan kuat dari masyarakat yang baru saja merdeka. Oleh karena itu, terciptalah kekuatan masyarakat yang mampu menjadi penyeimbang dan pengawas terhadap kekuatan Negara. Sayang sekali, iklim demikian tidak bertahan lama karena ormas-ormas dan lembaga –lembaga social berubah menjadi alat bagi merebaknya aliran politik dan pertarungan berbagai ideology. Pada awal 1960an, akhirnya mengalami kemunduran yang nyata. Demokrasi terpimpin maupun orde baru membuat posisi Negara semakin kuat sedangkan posisi rakyat semakin melemah. Pada masa itu terjadi paradok,yaitu semakin berkembangnya kelas menengah pada masa orde baru ternyata tidak bisa mengontrol hegemoni Negara kerena ternyata kelas menengah di Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Negara dan penguasa. Kelas menengah di negeri ini juga masih punya problem cultural dan primordial, yaitu ada kelas menengah pribumu dan non pribumi, muslim dan non muslim, jawa dan non jawa. Hal ini berpengaruh terhadap munculnya solidaritas di kalangan para anggotanya. Akibatnya, Negara mudah melakukan tekanan dan pencegahan bagi timbulnya solidaritas kelas menengah untuk memperluas kemandiriannya (Sunarso dkk, 2008: 82-83).



3.      Bangkitnya Masyarakat Madani di Indonesia
Wacana civil society telah menjadi salah satu cara untuk melepaskan kekecewaan atau ketidak puasan sebagian warga masyarakat terhadap praktik-praktik politik orde baru yang sangat hegemonic dalam pengelolaan social, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Dalam penataan politik, misalnya, orde baru meakukan hal-hal berikut:
a.       Reformasi pada tingkat elite dengan membentuk korporasi Negara dimana militer, teknokrat, dan birokrat menjadi sendi-sendi utamanya.
b.      Depolitisasi arus bawah oleh melalui kebijakan masa mengambang dan dikalangan mehasiswa melalui kebijakan normalisasi kehidupan kampus
c.       Institusionlisasi politik dalam masyarakat dengan berbagai cara:
1)      Penyederhanaan system kepartaian dan penyatuan ideology politik formal melalui asas tunggal pancasila
2)      Dalam penataan kebudayaan, terutama yang terkait dengan ideology bangsa, selain pengasastunggalan ideology organisasi politik (dan organisasi masyarakat), juga dilakukan program penataran P4 (pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila) dengan memonopoli interpretasi Pancasila oleh Negara
3)      Penerapan pendekatan keamanan kepada para pembangkang
Dalam penataan ekonomi, rezim orde baru melakukan akumulasi modal melalui:
a.       Mobilisasi kekuatan kelas borjuis nasional sebagai motornya walauipun masih dimonopoli kaum non pribumi
b.      Pelibatan diri secara aktif dalam system kapitalis dunia sehingga diperoleh dukungan, baikfinansial, teknik, keahlian maupun politik dari lembaga-lembaga internasional yang berkeentingan dengan ekspansi system kapitalisme global
Dalam penataan social, rezim orde baru melakukan proses produksi dan reproduksi social melalui :
a.       Penguasaan wacana yang menyangkut tema modernisasi,terutama pembangunan ekonomi
b.      Menciptakan legalisme konstitusionalisme atau perubahan sub wacana dan sus praksis politik dengan acuan konstitusional
Ditengah hegemoni Negara era orde baru yang melakukan pembatasan dan penutuan ruang kebebasan itu, masyarakat madani memperoleh momentumnya sebagai objek wacana. Ketika bangsa Indonesia memasuki era reformasi sebagai koreksi terhadap era sebelumnya, wacana masyarakat madanai terakumulasi menjadi cita-cita ideal untuk menciptakan masyarakat Indonesia baru. Pada awal era reformasi banyak seminar, diskusi, dan talkshow yang digelar dan artikel yang ditulis tentang pembangunan masyarakat baru yang terkait dengan wacana masyarakat madani, baik secara implicit maupun eksplisit. Lebih dari itu, di era Habibie yang sangat singkat, masyarakat madani telah dijadikan pemerintah sebagai acuan reformasi dan pembentukan masyarakat Indonesia baru melalui pendirian tim nasional reformasi menuju masyarakat madani. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa sebagian besar dari fenomena komunalisme dan radikalisme masa itu menggunakan instrument agama (bahasa, organisasi, symbol, dan sentiment) dalam ideology dan gerakannya.
Delam perkembangan selanjutnya terlihat ada kesenjangan antara harapan membangun masyarakat baru yang menjadikan masyarakat madani, baik sebagai basis maupun cita-cita idealnya, dan kenyataan social yang menampilkan radikalisme massa, seperti terlihat pada amuk massa(main hakim sendiri) terhadap pelanggaran tindak pidana (mencuri, mencopet, menodong), tawuran dan/atau kerusuhan (baik antar dan intra etnis mauoun antar dan intra agama), atau sekedar mobilisasi massa sebagai dampak konflik antar elite politik, bahkan juga terjadi baku hantam di forum siding tahunan MPR tahun 2001. Contoh-contoh radikalisme massa ini, bagaimanapun, mengimplisitkan tampilan sifat komunal masyarakat Indonesia ketika memasuki ruang public. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa sebagian besar dari fenomena komunalismedan radikalisme massa itu menggunakan instrument agama dalam ideology dan gerakannya (Sunarso dkk,2008: 84-85).


BAB III
KESIMPULAN

Pengertian civil society atau masyarakat madani dianggap sama dengan pengertian Negara, yakni suatu kelompok yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain. Perbedaan antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah.
Civil Society sebagai pemberdaya warga Negara akan dapat mendorong Demokratisasi apabila mampu meningkatkan efektivitas masyarakat politik untuk menguasai/mengontrol Negara. Civil Society bukan hanya bermaksut mengenbangkan loyalitas yang khusus tertuju pada kelompoknya, tetapi juga kepada Negara serbatas  dengan hak-kewajibannya sebagai warga Negara, tanpa begitu saja membiarkan Negara melakukan dominasi dan hegemoni. Civil Society adalah otonom dalam berhadapan dengan Negara
Di Indonesia, wacana civil society telah menjadi salah satu cara untuk melepaskan kekecewaan atau ketidak puasan sebagian warga masyarakat terhadap praktik-praktik politik orde baru yang sangat hegemonic dalam pengelolaan social, ekonomi, politik, dan kebudayaan




DAFTAR PUSTAKA
Cholisin. 2009. Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Yogyakarta. Diktat
Sunarso dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta.UNY Press
Di download dari:

No comments:

Post a Comment