Anda Ingin, Anda Yakin, maka Itu MUNGKIN...

Sunday 1 April 2012

Negara Autokrasi Modern


Negara autokrasi modern sering disebut negara dengan sistem satu partai atau partai tunggal. Negara autokrasi dalam pengertian yang asli dewasa ini dapat dikatakan tidak ada, akan tetapi menjadi autokrasi modern yang hampir dikatakan mirip dengan demokrasi modern.
            Negara demokrasi modern dengan autokrasi modern tidaklah sama. Keduanya memiliki perbedaan dalam pandangan tentang hakekat serta tujuan negara. Pada negara autokrasi modern tujuan terakhirnya adalah menghimpun kekuasaan sebesar mungkin pada tangan negara. Auto berarti sendiri, sedangkan kratos atau kratein berarti kekuasaan. Jadi, negara autokrasi dalam artian yang murni adalah negara dimana pemerintahan negara itu betul-betul hanya dipegang atau dilaksanakan oleh satu orang saja. Zaman sekarang, negara autokrasi yang sifatnya masih murni sudah tidak ada seperti pada zaman kuno. Karena pada zaman  modern,  pada negara autokrasi tersebut disamping seorang tunggal yag memegang pemerintahan negara itu didapati adanya sebuah badan perwakilan yang mendampingi kekuasaan kepala negara tersebut. Jadi, sepintas negara autokrasi modern dan negara demokrasi hampir sama, dalam arti bahwa pada kedua negara tersebut terdapat adanya badan perwakilan. Tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya prinsipiil,pokok.
1.      Perbedaan antara Demokrasi Modern dengan Autokrasi Modern
Sebab-sebab tedapatnya perbedaan antara badan perwakilan pada negara autokrasi modern dengan badan perwakilan pada negara demokrasi modern adalah :


           

a.       Pandangan terhadap hakekat negara
Pada negara autokrasi modern, mengemukakan pandangannya atau ajarannya atau doktrinnya, bahwa negara itu pada hakekatnya adalah merupakan suatu organisme yang dianggap sebagai sesuatu kesatuan yang mempunyai dasar-dasar hidup, serta kehidupan, dan mempunyai kepentingan sendiri, serta kepribadian sendiri.
Pada negara demokrasi modern, mengemukakan pandangannya atau ajarannya atau doktrinnya, bahwa negara itu pada hakekatnya adalah merupakan suatu kumpulan atau kesatuan daripada para individu. Dalam arti bahwa individu mempunyai peranan yang pokok yang harus menentukan dan mengusahakan kebahagiaan serta kesentausaan negara.
b.      Pandangan terhadap tujuan negara
Dalam sistem autokrasi, tujuan negara adalah menghimpun kekuasaan sebesar-besarnya pada negara. Dalam sistem demokrasi, tujuan negara adalah untuk mengusahakan serta menyelenggarakan kebahagiaan serta kesejahteraan rakyatnya.
Perbedaan antara badan perwakilan rakyat pada negara autokrasi modern dengan badan perwakilan rakyat pada demokasi modern terletak pada :
a.       Cara pengangkatan atau pemilihan dari anggota-anggota badan perwakilan rakyat tersebut
 Pada negara autokrasi modern ini misalnya pada negara-negara fascist, pemilihan atau pengangkatan daripada anggota-anggota badan perwakilan rakyat itu dimulai dari pengajuan calon-calon sementara oleh kesatuan-kesatuan sosial yang ada dalam negara itu, yang telah diakui secara syah oleh negara.
Sedang pada negara-negara demokrasi modern, pemilihan atau pengangkatan anggota badan perwakilan rakyat, rakyat mempunyai peranan yang penting, oleh karena ikut memilih secara langsung siapa yang akan terpilih duduk di kursi badan perwakilan rakyat.

b.      Sifat susunan daripada badan perwakilan rakyat
Sifat susunan daripada badan perwakilan rakyat badan negara autokrasi modern, sesuai dengan pendapat mereka tentang hakekat negara, yaitu bahwa negara dianggap  sebgai suatu organisme, maka sifat susunan daripada badan perwakilan rakyatnya adalah koorporatif, oleh karena badan perwakilan rakyat tersebut merupakan wakil daripada kesatuan-kesatuan sosial yang ada dan diakui syah oleh negara di dalam masyarakat tersebut.
Sedangkan badan perwakilan rakyat pada negara demokrasi modern itu sifatnya adalah atoomistis, oleh karena badan perwakilan rakyat tersebut merupakan wakil-wakil daripada rakyat pemilih.
c.       Sifat kekuasaan daripda badan perwakilan rakyat
Pada negara autokrasi modern badan perwakilan rakyat itu sebenarnya tidak mempunyai kekuasaan apa-apa , oleh karena badan perwkilan rakyat tersebut hanyalah merupakan pendukung saja terhadap keputusan-keputusan yang telah diambil oleh badan eksekutif. Jadi kekuasaan didalam negara autokrasi modern itu sebenarnya ada pada badan eksekutif.
Sedangkan pada negara demokrasi badan perwakilan rakyat mempunyai kekuasaan nyata yaitu memegang kekuasaan perundang-undangan.

Menurut Kranenburg adanya badan perwakilan rakyat yang sifatnya korporatif dalam negara yang memakai sistem satu partai atau sistem autokrasi modern , itu hanyalah merupakan kamuflase, samaran belaka daripada suatu negara dictatorial dan absolutistis, atau menurut istilah klasik negara tirani. Tetapi disamping kelemahan-kelemahan tersebut diatas, negara yang berpemrintahan autoritaire itu mengandung pula kebaikan-kebaikan, yaitu adanya kemungkinan untuk mengambil keputusan-keputusan secara cepat, serta mengadakan tindakan-tindakan tegas seperlunya, terutama dalam keadaaan genting yang memerlukan adanya perubahan-perubahan secara radikal baik dalam bidang pemerintahan, ketatanegaraan, ekonomi, politik, maupun sosial. Perubahan-perubahan mana memang kadang-kadang perlu diadakan secara radikal.
Sebagai contoh misalnya bangsa romawi dahulu,dalam keadaan biasa, atau dalam keadaan tentram, pemerintahannya itu mempergunakan sistem demokrasi. Akan tetapi bila dalam negara itu mengalami keadaan bahaya, mereka merubah sistem pemerintahannya menjadi pemerintahan diktatorial, supaya ada kesatuan pimpinan pemerintahan negara yang kuat , segala keputusan dan tindakan dapat diambil secara tepat dan tegas, tetapi perubahan yang demikian itu hanya untuk atau berlaku sementara waktu saja. Oleh karena itu apabila bahaya yang mengancan negara itu telah tidak ada lagi, mereka mengembalikan pemerintahannya ke dalam sistem demokrasi.
Memang tidak ada suatu sistem yang sifatnya sempurna, karena dalam satu sistem pasti ada kebaikan dan keemahannya. Bedanya, satu sistem mungkin mengandung lebih banyak kebaikan dari sistem yang lainnya. Demikian pula misalnya dengan sistem diktatorial diatas. Diktator adalah kekuasaan pemerintah di dalam negara itu hanya dipegang, dilaksanakan, dan dipimpin oleh satu orang tunggal saja yang disebut diktator. Sistem ini pun menimbulkan masalah, yaitu masalah pembatasan kekuasaan.
Maurice Duverger menamakan kedua Weltanschaung tersebut dengan dua nama, yaitu individualisme dan kolektivisme. Menurut doktrin kolektivisme, kelompok atau kesatuan sosial serta kehidupan sosial dapat disamakan dengan tubuh manusia, dan kehidupan manusia. Manusia terdiri atas kumpulan sel-sel, apabila sel-sel tersebut dipisah, maka kemungkinan dapat akan tetap hidup, akan tetapi tentu saja tidak sesempurna saat mereka menyatu dan membentuk suatu manusia yang utuh. Begitu pula manusia, manusia akan lebih sempurna hidupnya jika berbaur (menyatu) dengan masyarakat. Doktrin kolektivisme sama sekali bertentangan dengan segala maksud untuk membatasi kekuasaan penguasa.
            Doktrin individualisme menuju kepada kesimpulan-kesimpulan yang tepat yang merupakan kebalikan atas doktrin-doktrin kolektivisme. Menurut doktrin individualisme, masyarakat adalah merupakan kenyataan sekunder, sedangkan setiap manusia merupakan kenyataan primer atau kenyataan tingkat pertama, jadi individulah yang merupakan kesatuan yang bersifat fundamentil.
            Manusia adalah makhluk yang tidak bisa dipisahkan terhadap manusia lain, karena dalam kesatuan masyarakat tersebut senantiasa memelihara nilai-nilai peradaban dengan menyebarkan kebajikan-kebajikan kepada anggota-anggotnya yaitu para individu. Kesatuan sosial menjadi terbatas perananny, yitu menjamin kesempatan hidup kepada setiap manusia dan membuka jalan untuk perkembangan yang selaras dengan watak watak atau sifat-sifat yang sebenarnya.
            Jika doktrin kolektivisme menyatakan kehidupan dan hidup manusia didalam masyarakat itu tak ubahnya seperti kehidupan dan hidupnya sel-sel di dalam tubuh manusia, sebagai imbangan daripada postulat ini doktrin individualisme menyatakan bahwa kehidupan manusia di dalam masyarakat itu disamakan dengan kumpulan lukisan-lukisan di dalam suatu pameran seni lukis, dimana setiap lukisan itulah yng menjdi pokok harga atau nilai, dan bukan simetri kumpulan seluruhnya. Dengan paham demikian, doktrin individualisme menganggap bahwa para penguasa semata-mta berkewajiban untuk memelihara aturan-aturan sosial yang perlu untuk perkembangan individu itulah yang menentukan batas-batas kekuasaan penguasa.


2.      Cara-cara Pembatasan Kekuasaan Penguasa
            Menurut Maurice Duverger timbulnya dan terselenggaranya pembatasan kekuasaan penguasa itu bukan karena hasil dari suatu pemikiran, melainkan oleh karena adanya kesukaran-kesukaran dan kesulitan-kesulitan serta rintangan yang bersifat keberadaan atau materiil., yang merintangi maksud penguasa untuk melaksankan kekusaannya. Tetapi, keadaan tidaklah statis, melaikna sebaliknya, keadaan selalu berubah dan berkembang, terutama alat-alat lalu lintas, ini mengalami perkembnagan yang pesat. Perkembangan ini sangat menguntungkan para penguasa karena memberikan kepada para penguasa suatu alat penerangan dan pegawasan yang luar biasa dan yang tak ada taranya dalam abad-abad yang lampau.
             Demikian pula keadaannya perkembangan alat-alat persenjataan, yang semakin lama semakin ruwet, dalam arti bahwa alat-alat prsenjataan tersebut hanya dapat dilayani oleh orang-orang tertentu, yaitu para ahli. Maka sejak itu berakatalah orang : barangsiapa dapat memiliki kekuatan senjata, tentu dapat menyelamatkan diri dari semua gerakan rakyat. Dan sejak itu pula, orang tidak lagi membuat revolusi melawan rakyat.
            Lebih-lebih denaga adanya pengawasan pemerintah atas persuratkabaran, radio, filn, pendidikan, dan sebagainya. Tindakan-tindakan ini semua merupakan senjata yang ampuh bagi penguasa untuk dengan leluasa melaksanakan propaganda secara besaran-besaran, yang lama kelamaan sukar ditentang oleh rakyat. Maka dari itu suatu usaha untuk mendapatkan cara, dan dengan cara itu kekuaaan penguasa dapat di batasi, merupakan masalah yang maha besar, lebih-lebih pada waktu itu usaha tersebut sangat sulit dilaksanakan.
            Menurut Maurice Duverger, ada tiga macam usaha untuk dapat melaksankan pembatasan kekusaan itu, yang masing-masin bergerak pada dalam lapangan yang tesendiri. 3 macam usaha tersebut ialah:
1.   Usaha pertama ditunjukan untuk melemahkan atau membatasi kekuasaan penguasa dengan secra langsung. Di dalam usaha ini ada tiga macam cara yang umum dipergunkan, yaitu :
a.       Pemilihan para penguasa
Pada waktu kita mempelajari atau membicarakan system pemerintahan demokrasi, kita telah mengetahui bahwa pemilihan para penguasa oleh rakyat yank akan diperintah, itu merupakan salah atu cara yang paling mudah dan praktis untuk melaksanakan dan mencapai maksud daripada prinsip pembatasan kekusaan penguasa. Tetapi yang demikian ini harus disertai syarat-syarat bahwa pemilihan itu harus betul-betul bebas dan beres. Kalau memang betul-betul demikian halnya ini akan memaksa para penguasa untuk memberikan pertanggungjawaban kepada rakyat. Dan pertanggungjawaban itu bukan sekedar pertanggungjaban yang tidak ada sanksinya apa-apa , melainkan pengertian peranggungjawaban di sini ialah pertanggungjawaban politis, dengan sanksi yang bersifat politis juga, dan sanksi yang paling berat adalah : apabila kebijaksanaan penguasa itu tidak dapat diterima oleh rakyat, maka penguasa akan kehilangan kekuasaannya, dan ini berarti jatuhnya kekasaan mereka. Tetapi apabila penguasa tersebut mulai menyadari bahwa kekuasaan mereka itu sebenarnya mereka peroleh dari rakyat, dan mulai saat itu pula menyegani rakat, maka ini merupakan titik pangkal daripada kebijaksanaan penguasa. Meskipun pemilihan ini sebenarnya tidak dapat terlepas dari kelemahan-kelemahan, ini tergantung daripada system pemilihan dan sikap rakyat terhadap penguasa, namun pemilihan tetap merupakn suatu cara yang paling tepat dan tegas untuk membatasi kekuasaan penguasa.
b.      Pembagian kekuasaan
Dikemukakan oleh Maurice Duverger sebagai salah satu cara yan baik untuk membatasi atau melemahkan kekuasaan penguasa, dengan maksud untuk mencegah agar para penguasa itu jangan sampai menyalah gunakan kekuasaannya atau bertindak sewenang-wenang dengan melebarkan cengkraman totaliternya atas rakyat.
Menurut Montesque, pembagian kekuasaan bisa dengan trias politika. Tetapi, ada juga tipe pembagian kekuasaan yang lain yaitu sistem dwidewan yang dapat mencegah timbulnya pelanggaran yang mungkin timbul atau terjadi pada sistem satu dewan. Segitupula sistem tripartisme, yang penyerahan kekuasaan ada pada tiga partai terbesar yang turut di dalamnya pembagian sektor-sektor dalam lapangan usaha pemeritah dan yang masing-masing di bawah pimpinan seorang presiden dewan menteri, tetapi sebenarnya hanya berupa lambang.
Disamping itu, terdapat juga sistem federalisme dan sistem desentralisasi dianggap sebagai cara-cara pembagian kekuasaan. Karena yang terjadi adalah pembagian kekuasaan secara vertikal dan tidak menjuruske pembagian kekuasaan secara horisontal.
c.       Kontrol yurisdiksionil
Maksudnya adalah adanya peraturan-peraturan hukum yang menentukan hak-hak atau kekuasaan-kekuasaan tersebut,dan pelaksanaannya diawasi dan dilindungi oleh organ-organ pengadilan dari lembaga-lembaga lainnya dengan tujuan membatasi kekuasaan penguasa, tetapi juga pemberian kekuasaan kepada lembaga pengadilan untuk mengontrol, mengatur serta mengendalikan lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga administrasi.
Suatu kontrol yurisdiksionil yang sempurna dan lengkap menurut Maurice Duverger harus meliputi dua ha, yaitu:
Pertama, kontrl atas syah tidaknya tindakan-tindakan badan eksekutif, agar dengan demikian tercegah timbulnya pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang.
Kedua, kontrol agar undang-undang dan eraturan-peraturan hukum lainnya tidak menyimpang dari undang-undang dasar atau konstitusi.
2. Usaha kedua untuk membaasi kekuasaan penguasa ialah: menambah atau memperkuat kekuasaan pihak yang diperintah. Jadi daya kesanggupan rakyat untuk menolak pengaruh-pengaruh dari penguasa ditambah atau diperkuaat.
Salah satu cara yang disebut oleh Maurice Duverger yang menurut sifatnya memang harus dimasukkan ke dalam golongan usaha yang kedua adalah yang dinamakannya kekuasaan pribadi. Menurut Maurice Duverger, kekuasaan pribadi adalah semua lembaga yang diadakan dan di pimpin sendiri oleh warga Negara, maksudnya oleh rakyat, atau tegasnya oleh orang-orang yang diperintah itu sendiri, dan yang member ikan kesempatan kepada meereka untuk menentang kehendak Negara yang merugikan rakyat.  Misalnya : _ untuk zaman modern _ hak milik individual, perkumpulan-perkumpulan, serta pers, dan sebagainya ( semua itu merupakan rintangan-rintangan besar untuk pelaksanaan kekuasaan mutlak dari penguasa, karena dengan hal-hal itu kekuasaan rakyat yang diperintah menjadi bertambah kuat.
Menurut Maurice Duverger, sistem demokrasi semi langsung tidak ada hubungannya dengan pemilihan para penguasa, dan bahwa adanya persamaan antara demokrasi langsung, demokrasi semi langsung, dan demokrasi perwakilan itu tidak bersifat azasi. Lagipula sistem-sistem : hak inisiatif, hak referendum, dan hak veto ttidak ada halangannya, jadi dapat dilaksanakan dalam suatu sistem autokrasi, dimana para penguasa itu terjamin kekuasaannya, misalnya oleh aturan-aturan keturunan. Sehingga dalam arti kata yang setepat-tepatnya demokrasi semi langsung kehilangan sifat demokrasinya.
Dikatakan juga oleh Maurice Duverger, bahwa yang menjadi tujuan pokok dari prosedur tersebut  adalah memberikan alat kepada warga Negara untuk menjamin terlaksananya pembatasan kekuasaan sehingga dapat secara langsung menahan keputusan-keputusan penguasa. Negara yang telah mempraktekkan sistem itu adalah Swiss. Dan keberatan-keberatan yang dialami Swiss dalam mempraktekkan sistem itu, yaitu sistem referendum, adalah :
1.             Sistem tersebut lambat jalannya.
2.    Sistem tersebut di dalamnya mengandung kecenderungan untuk menimbulkan semangat konservatif, artinya dimana-mana rakyat selalu mencurigai hal-hal baru.
3.      Kelemahan yang paling berat ialah adanya resiko timbulnya sikap masa bodoh di kalangan rakyat pemilih apabila terlalu sering diadakan pemungutan suara, entah pemungutan suara untuk referendum obligator atau referendum fakultatif.

3.    Usaha ketiga dalam pembatasan kekuasaan penguasa, dapat juga dipertimbangkan usaha untuk mengendalikan kelaliman-kelaliman pihak penguasa dari masyarakat atau negara yang satu terhadap negara atau masyarakat yang lain, dengan mengusahakan adanya semacam intervensi oleh penguasa dari masyarakat atau negara yang lain, dan intervensi ini dilakukan secara timbal-balik. Usaha ini disebut pengendalian atau pembatasan secara federalisme. Usaha ini dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu:
1.  Pembatasan kekuasaan penguasa secara federalisme yang bersifat intern, atau dalam negeri.
2.      Pembatasan kekuasaan penguasa yang diseenggarakan oleh pengawasan iternasional.
Sistem federalisme adalah suatu usaha utuk membatasi penguasa, jadi suatu usaha untuk menjaga jangan sampai rakyat dikuasai, terbenam oleh pengaruh kekuasaan pusat atau jangan sampai pemerintah pusat mempunyai kekuasaan yang absolut dan bertindak sewenang-wenang.
Federalisme tidak hanya terbatas pada suatu negara saja, tetapi negara itu sendirilah yang menjadi aggotanya dan yang harus diawasi. Jadi, ini adalah suatu pengawasan atau kontrol internasional. Maka, kalau pengawasan internasional itu sudah terlaksana, Maurice Duverger menyatakan bahwa prinsip lama tentang  noninvestasi dalam urusan intern suatu negara harus dihapuskan, karena intervensi adalah suatu syarat untuk dapat terselenggaranya organisasi iternasional.
Jadi, pertama harus ditemukan batas minimal dari hak-hak dasar yang harus dijamin, untuk semua orang oleh konstitusi dan peraturan-peraturan hukum lainnya dari negara-negara yang bersangkutan.
Setelah itu, PBB harus mempuyai satu orgaisasi pengawas yang baik dan lengkap, dan harus dilindungi oleh imunitet diplomatik istimewa, jadi mempunyai kebebasan untuk mendatangi semua negara anggota, untuk mengadakan pengawasan,npenyelidikan sambil menerima laporan-laporan dari negara-negara yang bersangkutan, yaitu negara-negara anggota, dan mereka selanjutya harus dapat mengundang pengadilan internasional untuk bersidang dan memutuskan dengan khidmat semua pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh negara anggota. Agar berjalan dengan baik, hak veto dan apa saja yang merintangi pelaksanaan itu harus dihapuskan (Soehino, 1996: 256-276).

3.      Jenis-Jenis Negara Autokrasi Modern
a.       Fasisme Italia
Tokoh fasisme Italia adalah Benito Mussolini. Fasisme adalah suatu gerakan partai politik di Eropa Barat, yang muncul dari kemiskinan akibat Perang Dunia I, baik yang menang maupun yang kalah perang. Akibat kemiskinan yang merajalela di satu pihak, sementara di pihak lain usaha pemerintah untuk mengatasi hal itu pun belum nampak hasilnya, maka timbul rasa tak percaya terhadap pemerintah. Hal inilah yang mengakibatkan krisis keuangan Italia saat itu. Guna mengatasi krisis tersebut, gerakan ini berusaha menyatukan tiga partai/golongan yang ada di Italia sebelum Perang Dunia I, yaitu partai nasional, partai syandicatisme, dan partai agama.
b.      Nazisme Jerman
Tokoh nazisme Jerman adalah Adolf Hitler. Nazi sebenarnya adalah sebuah partai. Nama lengkap partai tersebut adalah Nationa Sozialistiche Deutsche Arbeiter Partai (NSDAP), yaitu partai buruh yang semula bernama Deutsche Arbeiter Partai (DAP). Adolf Hitler semulai sebagai anggota DAP, namun karena pengaruhnya dan kecakapannya berbicara, maka akhirnya ia terpilih sebagai pemimpin partai. Setelah menjadi pemimpin nama DAP dilengkapi menjadi NSDAP. Latar belakang timbulnya Nazisme Jerman akibat kekalahan Jerman pada Perang Dunia I serta tekanan-tekanan negara sekututerhadap Jerman, yang oleh Jerman dipandang sebagai penghinaan. Kehadiran Hitler untuk emperbaiki itu lewat kekerasan.
c.       Komunisme Uni Soviet
Uni Soviet Sosialis Republik (USSR) adalah negara sosialis kaum buruh dan petani. Peham sosialis yang dianut USSR ini berasal dari paham sosialis Eropa. Timbulnya sosialisme di Eropa adalah akibat dari Revousi Industri pada abad XVIII, yang mengakibatkan banyak beruh terpaksa menganggur karena perusahaan-perusahaan lebih banyak menggunakan tenaga mesin daripada tenaga manusia.
Akibat pengangguran tersebut maka banyak buruh yang mencari pekerjaan, sedangkan lapangan kerja sedikit, akibatnya nasib buruh terlantar. Untuk membela nasib buruh inilah lahir gerakan sosialisme. Tokoh-tokoh gerakan ini adalah Karl Marx dan Friedrich Engels. Keduanya adalah penganut golongan Hegelian-Kiri, yaitu golongan yang berusaha menarik kesimpulan yang bersifat ateis dan revolusioner dari filsafat Hegel. Marx dan Engels pada tahun 1848 menulis Communistisch Manifest atau Manifesto Komunis, yang kemudian disalin dalam berbagai bahasa, dan dipelajari di berbagai negara.
Khusus mengenai negara-negara komunis ini sering pula disebut bahwa sistem pemerintahan yang berlaku adalah demokrasi rakyat atau terkadang pula disebut demokrasi sentralisme, maka kenyataan mengaburkan arti demokrasi itu sendiri. Akan tetapi, jika dilihat kenyataannya bahwa yang berlaku hanyalah satu partai, dan pemerintahannya di tangan satu orang, maka jelaslah bahwa apapun nama yang disandang negara itu adalah tergolong negara autokrasi (Max Boli Sabon dkk, 1994: 192-195).




DAFTAR PUSTAKA

Max Boli Sabon dkk. 1994. Ilmu Negara. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan kedua.
Soehino. 1996. Ilmu Negara. Yogyakarta. Liberty. Cetakan keempat.

No comments:

Post a Comment