Negara autokrasi modern sering disebut negara dengan sistem satu partai atau partai tunggal. Negara autokrasi dalam pengertian yang asli dewasa ini dapat dikatakan tidak ada, akan tetapi menjadi autokrasi modern yang hampir dikatakan mirip dengan demokrasi modern.
Negara demokrasi modern dengan
autokrasi modern tidaklah sama. Keduanya memiliki perbedaan dalam pandangan
tentang hakekat serta tujuan negara. Pada negara autokrasi modern tujuan
terakhirnya adalah menghimpun kekuasaan sebesar mungkin pada tangan negara.
Auto berarti sendiri, sedangkan kratos atau kratein berarti kekuasaan. Jadi,
negara autokrasi dalam artian yang murni adalah negara dimana pemerintahan
negara itu betul-betul hanya dipegang atau dilaksanakan oleh satu orang saja.
Zaman sekarang, negara autokrasi yang sifatnya masih murni sudah tidak ada
seperti pada zaman kuno. Karena pada zaman
modern, pada negara autokrasi
tersebut disamping seorang tunggal yag memegang pemerintahan negara itu
didapati adanya sebuah badan perwakilan yang mendampingi kekuasaan kepala
negara tersebut. Jadi, sepintas negara autokrasi modern dan negara demokrasi
hampir sama, dalam arti bahwa pada kedua negara tersebut terdapat adanya badan
perwakilan. Tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya prinsipiil,pokok.
1.
Perbedaan
antara Demokrasi Modern dengan Autokrasi Modern
Sebab-sebab
tedapatnya perbedaan antara badan perwakilan pada negara autokrasi modern
dengan badan perwakilan pada negara demokrasi modern adalah :
a. Pandangan
terhadap hakekat negara
Pada
negara autokrasi modern, mengemukakan pandangannya atau ajarannya atau
doktrinnya, bahwa negara itu pada hakekatnya adalah merupakan suatu organisme
yang dianggap sebagai sesuatu kesatuan yang mempunyai dasar-dasar hidup, serta
kehidupan, dan mempunyai kepentingan sendiri, serta kepribadian sendiri.
Pada
negara demokrasi modern, mengemukakan pandangannya atau ajarannya atau
doktrinnya, bahwa negara itu pada hakekatnya adalah merupakan suatu kumpulan
atau kesatuan daripada para individu. Dalam arti bahwa individu mempunyai
peranan yang pokok yang harus menentukan dan mengusahakan kebahagiaan serta
kesentausaan negara.
b. Pandangan
terhadap tujuan negara
Dalam
sistem autokrasi, tujuan negara adalah menghimpun kekuasaan sebesar-besarnya
pada negara. Dalam sistem demokrasi, tujuan negara adalah untuk mengusahakan
serta menyelenggarakan kebahagiaan serta kesejahteraan rakyatnya.
Perbedaan
antara badan perwakilan rakyat pada negara autokrasi modern dengan badan
perwakilan rakyat pada demokasi modern terletak pada :
a.
Cara
pengangkatan atau pemilihan dari anggota-anggota badan perwakilan rakyat
tersebut
Pada negara autokrasi modern ini misalnya pada
negara-negara fascist, pemilihan atau pengangkatan daripada anggota-anggota
badan perwakilan rakyat itu dimulai dari pengajuan calon-calon sementara oleh
kesatuan-kesatuan sosial yang ada dalam negara itu, yang telah diakui secara
syah oleh negara.
Sedang
pada negara-negara demokrasi modern, pemilihan atau pengangkatan anggota badan
perwakilan rakyat, rakyat mempunyai peranan yang penting, oleh karena ikut
memilih secara langsung siapa yang akan terpilih duduk di kursi badan
perwakilan rakyat.
b.
Sifat
susunan daripada badan perwakilan rakyat
Sifat
susunan daripada badan perwakilan rakyat badan negara autokrasi modern, sesuai
dengan pendapat mereka tentang hakekat negara, yaitu bahwa negara dianggap sebgai suatu organisme, maka sifat susunan
daripada badan perwakilan rakyatnya adalah koorporatif, oleh karena badan
perwakilan rakyat tersebut merupakan wakil daripada kesatuan-kesatuan sosial
yang ada dan diakui syah oleh negara di dalam masyarakat tersebut.
Sedangkan
badan perwakilan rakyat pada negara demokrasi modern itu sifatnya adalah
atoomistis, oleh karena badan perwakilan rakyat tersebut merupakan wakil-wakil
daripada rakyat pemilih.
c.
Sifat
kekuasaan daripda badan perwakilan rakyat
Pada
negara autokrasi modern badan perwakilan rakyat itu sebenarnya tidak mempunyai
kekuasaan apa-apa , oleh karena badan perwkilan rakyat tersebut hanyalah
merupakan pendukung saja terhadap keputusan-keputusan yang telah diambil oleh
badan eksekutif. Jadi kekuasaan didalam negara autokrasi modern itu sebenarnya
ada pada badan eksekutif.
Sedangkan
pada negara demokrasi badan perwakilan rakyat mempunyai kekuasaan nyata yaitu
memegang kekuasaan perundang-undangan.
Menurut Kranenburg
adanya badan perwakilan rakyat yang sifatnya korporatif dalam negara yang
memakai sistem satu partai atau sistem autokrasi modern , itu hanyalah
merupakan kamuflase, samaran belaka daripada suatu negara dictatorial dan
absolutistis, atau menurut istilah klasik negara tirani. Tetapi disamping
kelemahan-kelemahan tersebut diatas, negara yang berpemrintahan autoritaire itu
mengandung pula kebaikan-kebaikan, yaitu adanya kemungkinan untuk mengambil
keputusan-keputusan secara cepat, serta mengadakan tindakan-tindakan tegas
seperlunya, terutama dalam keadaaan genting yang memerlukan adanya
perubahan-perubahan secara radikal baik dalam bidang pemerintahan,
ketatanegaraan, ekonomi, politik, maupun sosial. Perubahan-perubahan mana
memang kadang-kadang perlu diadakan secara radikal.
Sebagai contoh misalnya
bangsa romawi dahulu,dalam keadaan biasa, atau dalam keadaan tentram,
pemerintahannya itu mempergunakan sistem demokrasi. Akan tetapi bila dalam
negara itu mengalami keadaan bahaya, mereka merubah sistem pemerintahannya
menjadi pemerintahan diktatorial, supaya ada kesatuan pimpinan pemerintahan
negara yang kuat , segala keputusan dan tindakan dapat diambil secara tepat dan
tegas, tetapi perubahan yang demikian itu hanya untuk atau berlaku sementara
waktu saja. Oleh karena itu apabila bahaya yang mengancan negara itu telah tidak
ada lagi, mereka mengembalikan pemerintahannya ke dalam sistem demokrasi.
Memang tidak ada suatu
sistem yang sifatnya sempurna, karena dalam satu sistem pasti ada kebaikan dan
keemahannya. Bedanya, satu sistem mungkin mengandung lebih banyak kebaikan dari
sistem yang lainnya. Demikian pula misalnya dengan sistem diktatorial diatas.
Diktator adalah kekuasaan pemerintah di dalam negara itu hanya dipegang,
dilaksanakan, dan dipimpin oleh satu orang tunggal saja yang disebut diktator.
Sistem ini pun menimbulkan masalah, yaitu masalah pembatasan kekuasaan.
Maurice
Duverger menamakan kedua Weltanschaung tersebut dengan dua nama, yaitu
individualisme dan kolektivisme. Menurut doktrin kolektivisme, kelompok atau
kesatuan sosial serta kehidupan sosial dapat disamakan dengan tubuh manusia,
dan kehidupan manusia. Manusia terdiri atas kumpulan sel-sel, apabila sel-sel
tersebut dipisah, maka kemungkinan dapat akan tetap hidup, akan tetapi tentu
saja tidak sesempurna saat mereka menyatu dan membentuk suatu manusia yang
utuh. Begitu pula manusia, manusia akan lebih sempurna hidupnya jika berbaur
(menyatu) dengan masyarakat. Doktrin kolektivisme sama sekali bertentangan
dengan segala maksud untuk membatasi kekuasaan penguasa.
Doktrin individualisme menuju kepada
kesimpulan-kesimpulan yang tepat yang merupakan kebalikan atas doktrin-doktrin
kolektivisme. Menurut doktrin individualisme, masyarakat adalah merupakan
kenyataan sekunder, sedangkan setiap manusia merupakan kenyataan primer atau
kenyataan tingkat pertama, jadi individulah yang merupakan kesatuan yang
bersifat fundamentil.
Manusia adalah makhluk yang tidak
bisa dipisahkan terhadap manusia lain, karena dalam kesatuan masyarakat
tersebut senantiasa memelihara nilai-nilai peradaban dengan menyebarkan
kebajikan-kebajikan kepada anggota-anggotnya yaitu para individu. Kesatuan
sosial menjadi terbatas perananny, yitu menjamin kesempatan hidup kepada setiap
manusia dan membuka jalan untuk perkembangan yang selaras dengan watak watak
atau sifat-sifat yang sebenarnya.
Jika doktrin kolektivisme menyatakan
kehidupan dan hidup manusia didalam masyarakat itu tak ubahnya seperti
kehidupan dan hidupnya sel-sel di dalam tubuh manusia, sebagai imbangan
daripada postulat ini doktrin individualisme menyatakan bahwa kehidupan manusia
di dalam masyarakat itu disamakan dengan kumpulan lukisan-lukisan di dalam
suatu pameran seni lukis, dimana setiap lukisan itulah yng menjdi pokok harga
atau nilai, dan bukan simetri kumpulan seluruhnya. Dengan paham demikian,
doktrin individualisme menganggap bahwa para penguasa semata-mta berkewajiban
untuk memelihara aturan-aturan sosial yang perlu untuk perkembangan individu
itulah yang menentukan batas-batas kekuasaan penguasa.
2.
Cara-cara
Pembatasan Kekuasaan Penguasa
Menurut Maurice Duverger timbulnya
dan terselenggaranya pembatasan kekuasaan penguasa itu bukan karena hasil dari
suatu pemikiran, melainkan oleh karena adanya kesukaran-kesukaran dan
kesulitan-kesulitan serta rintangan yang bersifat keberadaan atau materiil.,
yang merintangi maksud penguasa untuk melaksankan kekusaannya. Tetapi, keadaan
tidaklah statis, melaikna sebaliknya, keadaan selalu berubah dan berkembang,
terutama alat-alat lalu lintas, ini mengalami perkembnagan yang pesat.
Perkembangan ini sangat menguntungkan para penguasa karena memberikan kepada
para penguasa suatu alat penerangan dan pegawasan yang luar biasa dan yang tak
ada taranya dalam abad-abad yang lampau.
Demikian pula keadaannya perkembangan
alat-alat persenjataan, yang semakin lama semakin ruwet, dalam arti bahwa
alat-alat prsenjataan tersebut hanya dapat dilayani oleh orang-orang tertentu,
yaitu para ahli. Maka sejak itu berakatalah orang : barangsiapa dapat memiliki
kekuatan senjata, tentu dapat menyelamatkan diri dari semua gerakan rakyat. Dan
sejak itu pula, orang tidak lagi membuat revolusi melawan rakyat.
Lebih-lebih denaga adanya pengawasan
pemerintah atas persuratkabaran, radio, filn, pendidikan, dan sebagainya.
Tindakan-tindakan ini semua merupakan senjata yang ampuh bagi penguasa untuk
dengan leluasa melaksanakan propaganda secara besaran-besaran, yang lama
kelamaan sukar ditentang oleh rakyat. Maka dari itu suatu usaha untuk
mendapatkan cara, dan dengan cara itu kekuaaan penguasa dapat di batasi,
merupakan masalah yang maha besar, lebih-lebih pada waktu itu usaha tersebut
sangat sulit dilaksanakan.
Menurut Maurice Duverger, ada tiga
macam usaha untuk dapat melaksankan pembatasan kekusaan itu, yang masing-masin
bergerak pada dalam lapangan yang tesendiri. 3 macam usaha tersebut ialah:
1. Usaha pertama
ditunjukan untuk melemahkan atau membatasi kekuasaan penguasa dengan secra
langsung. Di dalam usaha ini ada tiga macam cara yang umum dipergunkan, yaitu :
a. Pemilihan
para penguasa
Pada
waktu kita mempelajari atau membicarakan system pemerintahan demokrasi, kita
telah mengetahui bahwa pemilihan para penguasa oleh rakyat yank akan
diperintah, itu merupakan salah atu cara yang paling mudah dan praktis untuk
melaksanakan dan mencapai maksud daripada prinsip pembatasan kekusaan penguasa.
Tetapi yang demikian ini harus disertai syarat-syarat bahwa pemilihan itu harus
betul-betul bebas dan beres. Kalau memang betul-betul demikian halnya ini akan
memaksa para penguasa untuk memberikan pertanggungjawaban kepada rakyat. Dan
pertanggungjawaban itu bukan sekedar pertanggungjaban yang tidak ada sanksinya
apa-apa , melainkan pengertian peranggungjawaban di sini ialah
pertanggungjawaban politis, dengan sanksi yang bersifat politis juga, dan
sanksi yang paling berat adalah : apabila kebijaksanaan penguasa itu tidak
dapat diterima oleh rakyat, maka penguasa akan kehilangan kekuasaannya, dan ini
berarti jatuhnya kekasaan mereka. Tetapi apabila penguasa tersebut mulai
menyadari bahwa kekuasaan mereka itu sebenarnya mereka peroleh dari rakyat, dan
mulai saat itu pula menyegani rakat, maka ini merupakan titik pangkal daripada
kebijaksanaan penguasa. Meskipun pemilihan ini sebenarnya tidak dapat terlepas
dari kelemahan-kelemahan, ini tergantung daripada system pemilihan dan sikap
rakyat terhadap penguasa, namun pemilihan tetap merupakn suatu cara yang paling
tepat dan tegas untuk membatasi kekuasaan penguasa.
b.
Pembagian kekuasaan
Dikemukakan
oleh Maurice Duverger sebagai salah satu cara yan baik untuk membatasi atau
melemahkan kekuasaan penguasa, dengan maksud untuk mencegah agar para penguasa
itu jangan sampai menyalah gunakan kekuasaannya atau bertindak sewenang-wenang
dengan melebarkan cengkraman totaliternya atas rakyat.
Menurut
Montesque, pembagian kekuasaan bisa dengan trias politika. Tetapi, ada juga tipe
pembagian kekuasaan yang lain yaitu sistem dwidewan yang dapat mencegah
timbulnya pelanggaran yang mungkin timbul atau terjadi pada sistem satu dewan.
Segitupula sistem tripartisme, yang penyerahan kekuasaan ada pada tiga partai
terbesar yang turut di dalamnya pembagian sektor-sektor dalam lapangan usaha
pemeritah dan yang masing-masing di bawah pimpinan seorang presiden dewan
menteri, tetapi sebenarnya hanya berupa lambang.
Disamping
itu, terdapat juga sistem federalisme dan sistem desentralisasi dianggap
sebagai cara-cara pembagian kekuasaan. Karena yang terjadi adalah pembagian
kekuasaan secara vertikal dan tidak menjuruske pembagian kekuasaan secara
horisontal.
c.
Kontrol yurisdiksionil
Maksudnya
adalah adanya peraturan-peraturan hukum yang menentukan hak-hak atau
kekuasaan-kekuasaan tersebut,dan pelaksanaannya diawasi dan dilindungi oleh
organ-organ pengadilan dari lembaga-lembaga lainnya dengan tujuan membatasi
kekuasaan penguasa, tetapi juga pemberian kekuasaan kepada lembaga pengadilan
untuk mengontrol, mengatur serta mengendalikan lembaga-lembaga politik dan
lembaga-lembaga administrasi.
Suatu
kontrol yurisdiksionil yang sempurna dan lengkap menurut Maurice Duverger harus
meliputi dua ha, yaitu:
Pertama,
kontrl atas syah tidaknya tindakan-tindakan badan eksekutif, agar dengan
demikian tercegah timbulnya pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang.
Kedua,
kontrol agar undang-undang dan eraturan-peraturan hukum lainnya tidak
menyimpang dari undang-undang dasar atau konstitusi.
2. Usaha kedua untuk
membaasi kekuasaan penguasa ialah: menambah atau memperkuat kekuasaan pihak
yang diperintah. Jadi daya kesanggupan rakyat untuk menolak pengaruh-pengaruh
dari penguasa ditambah atau diperkuaat.
Salah
satu cara yang disebut oleh Maurice Duverger yang menurut sifatnya memang harus
dimasukkan ke dalam golongan usaha yang kedua adalah yang dinamakannya
kekuasaan pribadi. Menurut Maurice Duverger, kekuasaan pribadi adalah semua
lembaga yang diadakan dan di pimpin sendiri oleh warga Negara, maksudnya oleh
rakyat, atau tegasnya oleh orang-orang yang diperintah itu sendiri, dan yang
member ikan kesempatan kepada meereka untuk menentang kehendak Negara yang
merugikan rakyat. Misalnya : _ untuk
zaman modern _ hak milik individual, perkumpulan-perkumpulan, serta pers, dan sebagainya
( semua itu merupakan rintangan-rintangan besar untuk pelaksanaan kekuasaan
mutlak dari penguasa, karena dengan hal-hal itu kekuasaan rakyat yang
diperintah menjadi bertambah kuat.
Menurut
Maurice Duverger, sistem demokrasi semi langsung tidak ada hubungannya dengan
pemilihan para penguasa, dan bahwa adanya persamaan antara demokrasi langsung,
demokrasi semi langsung, dan demokrasi perwakilan itu tidak bersifat azasi.
Lagipula sistem-sistem : hak inisiatif, hak referendum, dan hak veto ttidak ada
halangannya, jadi dapat dilaksanakan dalam suatu sistem autokrasi, dimana para
penguasa itu terjamin kekuasaannya, misalnya oleh aturan-aturan keturunan.
Sehingga dalam arti kata yang setepat-tepatnya demokrasi semi langsung
kehilangan sifat demokrasinya.
Dikatakan
juga oleh Maurice Duverger, bahwa yang menjadi tujuan pokok dari prosedur
tersebut adalah memberikan alat kepada
warga Negara untuk menjamin terlaksananya pembatasan kekuasaan sehingga dapat
secara langsung menahan keputusan-keputusan penguasa. Negara yang telah
mempraktekkan sistem itu adalah Swiss. Dan keberatan-keberatan yang dialami
Swiss dalam mempraktekkan sistem itu, yaitu sistem referendum, adalah :
1.
Sistem tersebut lambat
jalannya.
2. Sistem tersebut di
dalamnya mengandung kecenderungan untuk menimbulkan semangat konservatif,
artinya dimana-mana rakyat selalu mencurigai hal-hal baru.
3. Kelemahan yang paling
berat ialah adanya resiko timbulnya sikap masa bodoh di kalangan rakyat pemilih
apabila terlalu sering diadakan pemungutan suara, entah pemungutan suara untuk
referendum obligator atau referendum fakultatif.
3. Usaha ketiga dalam
pembatasan kekuasaan penguasa, dapat juga dipertimbangkan usaha untuk
mengendalikan kelaliman-kelaliman pihak penguasa dari masyarakat atau negara
yang satu terhadap negara atau masyarakat yang lain, dengan mengusahakan adanya
semacam intervensi oleh penguasa dari masyarakat atau negara yang lain, dan
intervensi ini dilakukan secara timbal-balik. Usaha ini disebut pengendalian
atau pembatasan secara federalisme. Usaha ini dapat dibedakan dalam dua cara,
yaitu:
1. Pembatasan
kekuasaan penguasa secara federalisme yang bersifat intern, atau dalam negeri.
2. Pembatasan
kekuasaan penguasa yang diseenggarakan oleh pengawasan iternasional.
Sistem federalisme
adalah suatu usaha utuk membatasi penguasa, jadi suatu usaha untuk menjaga
jangan sampai rakyat dikuasai, terbenam oleh pengaruh kekuasaan pusat atau
jangan sampai pemerintah pusat mempunyai kekuasaan yang absolut dan bertindak
sewenang-wenang.
Federalisme tidak hanya
terbatas pada suatu negara saja, tetapi negara itu sendirilah yang menjadi
aggotanya dan yang harus diawasi. Jadi, ini adalah suatu pengawasan atau
kontrol internasional. Maka, kalau pengawasan internasional itu sudah
terlaksana, Maurice Duverger menyatakan bahwa prinsip lama tentang noninvestasi dalam urusan intern suatu negara
harus dihapuskan, karena intervensi adalah suatu syarat untuk dapat
terselenggaranya organisasi iternasional.
Jadi, pertama harus
ditemukan batas minimal dari hak-hak dasar yang harus dijamin, untuk semua
orang oleh konstitusi dan peraturan-peraturan hukum lainnya dari negara-negara
yang bersangkutan.
Setelah itu, PBB harus
mempuyai satu orgaisasi pengawas yang baik dan lengkap, dan harus dilindungi
oleh imunitet diplomatik istimewa, jadi mempunyai kebebasan untuk mendatangi
semua negara anggota, untuk mengadakan pengawasan,npenyelidikan sambil menerima
laporan-laporan dari negara-negara yang bersangkutan, yaitu negara-negara
anggota, dan mereka selanjutya harus dapat mengundang pengadilan internasional
untuk bersidang dan memutuskan dengan khidmat semua pelanggaran-pelanggaran
yang telah dilakukan oleh negara anggota. Agar berjalan dengan baik, hak veto
dan apa saja yang merintangi pelaksanaan itu harus dihapuskan (Soehino, 1996:
256-276).
3.
Jenis-Jenis
Negara Autokrasi Modern
a. Fasisme
Italia
Tokoh fasisme Italia
adalah Benito Mussolini. Fasisme adalah suatu gerakan partai politik di Eropa
Barat, yang muncul dari kemiskinan akibat Perang Dunia I, baik yang menang
maupun yang kalah perang. Akibat kemiskinan yang merajalela di satu pihak,
sementara di pihak lain usaha pemerintah untuk mengatasi hal itu pun belum
nampak hasilnya, maka timbul rasa tak percaya terhadap pemerintah. Hal inilah
yang mengakibatkan krisis keuangan Italia saat itu. Guna mengatasi krisis
tersebut, gerakan ini berusaha menyatukan tiga partai/golongan yang ada di
Italia sebelum Perang Dunia I, yaitu partai nasional, partai syandicatisme, dan
partai agama.
b. Nazisme
Jerman
Tokoh nazisme Jerman
adalah Adolf Hitler. Nazi sebenarnya adalah sebuah partai. Nama lengkap partai
tersebut adalah Nationa Sozialistiche Deutsche Arbeiter Partai (NSDAP), yaitu
partai buruh yang semula bernama Deutsche Arbeiter Partai (DAP). Adolf Hitler
semulai sebagai anggota DAP, namun karena pengaruhnya dan kecakapannya
berbicara, maka akhirnya ia terpilih sebagai pemimpin partai. Setelah menjadi
pemimpin nama DAP dilengkapi menjadi NSDAP. Latar belakang timbulnya Nazisme
Jerman akibat kekalahan Jerman pada Perang Dunia I serta tekanan-tekanan negara
sekututerhadap Jerman, yang oleh Jerman dipandang sebagai penghinaan. Kehadiran
Hitler untuk emperbaiki itu lewat kekerasan.
c. Komunisme
Uni Soviet
Uni Soviet Sosialis
Republik (USSR) adalah negara sosialis kaum buruh dan petani. Peham sosialis
yang dianut USSR ini berasal dari paham sosialis Eropa. Timbulnya sosialisme di
Eropa adalah akibat dari Revousi Industri pada abad XVIII, yang mengakibatkan
banyak beruh terpaksa menganggur karena perusahaan-perusahaan lebih banyak
menggunakan tenaga mesin daripada tenaga manusia.
Akibat pengangguran
tersebut maka banyak buruh yang mencari pekerjaan, sedangkan lapangan kerja
sedikit, akibatnya nasib buruh terlantar. Untuk membela nasib buruh inilah
lahir gerakan sosialisme. Tokoh-tokoh gerakan ini adalah Karl Marx dan Friedrich
Engels. Keduanya adalah penganut golongan Hegelian-Kiri, yaitu golongan yang
berusaha menarik kesimpulan yang bersifat ateis dan revolusioner dari filsafat
Hegel. Marx dan Engels pada tahun 1848 menulis Communistisch Manifest atau
Manifesto Komunis, yang kemudian disalin dalam berbagai bahasa, dan dipelajari
di berbagai negara.
Khusus mengenai
negara-negara komunis ini sering pula disebut bahwa sistem pemerintahan yang
berlaku adalah demokrasi rakyat atau terkadang pula disebut demokrasi
sentralisme, maka kenyataan mengaburkan arti demokrasi itu sendiri. Akan
tetapi, jika dilihat kenyataannya bahwa yang berlaku hanyalah satu partai, dan
pemerintahannya di tangan satu orang, maka jelaslah bahwa apapun nama yang
disandang negara itu adalah tergolong negara autokrasi (Max Boli Sabon dkk,
1994: 192-195).
DAFTAR
PUSTAKA
Max Boli Sabon
dkk. 1994. Ilmu Negara. Jakarta. PT
Gramedia Pustaka Utama. Cetakan kedua.
Soehino. 1996. Ilmu Negara. Yogyakarta. Liberty. Cetakan
keempat.
No comments:
Post a Comment