BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
9 November 2001, MPR-RI mengesahkan perubahan ketiga terhadap UUD 1945. Pasal 1
ayat (2) menetapkan kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang Undang Dasar. Pasal 6A ayat (1) menetapkan ”Presiden dan Wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dua pasal tersebut merupakan
perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan negara serta bentuk kedaulatan
negara sebagaimana dicita-citakan dalam Penjelasan UUD 1945. Sistem
pemerintahan negara menjadi Sistem Presidensial. Pasal 2 ayat 1 juga secara implisit
menyangkut mengenai pembatasan kekuasaan MPR, Mengingat sebelum amandemen kedudukannya
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan rakyat tertinggi.
Sebelum amandemen ketiga ini
mengenai pemilihan umum belum barjalan secara langsung karena belum diatur
secara khusus. Kemudian pada saat itu dinila dengan mudah untuk memecat
presiden dan kurangnya kerjasama antara presiden dan DPR karena bisa saling
membubarkan. Sehingga diperlukan amandemen ketiga UUD 1945.
B.
Ruang Lingkup
Amandemen tersebut membahas mengenai : Kedaulatan rakyat dan negara
hukum, Tugas dan wewenang MPR, Badan eksekutif setelah amandemen, Pemilu, Badan
yudikatif, dan Badan keuangan. Keenam hal tersebut akan dibahas secara rinci
dalam makalah ini.
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
hasil amandemen ketiga UUD 1945.
2.
Memahami isi
UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
Amandemen ketiga UUD 1945
Perubahan ketiga UUD 1945 ditetapkan oleh MPR pada tanggal
9 November 2001 dan disahkan pada tanggal 10 November 2001. Perubahan tersebut
meliputi:
A.
Kedaulatan
Rakyat
Pasal I ayat (2). “Kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”. Dalam penjelasan
terhadap pasal I ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa rakyat memiliki kekuasaan
tertinggi namun dilaksanakan dan didistribusikan berdasarkan UUD. Berbeda
dengan UUD lama sebelum dilakukan amandemen, MPR yang memiliki kekuasaan
tertinggi sebagai penjelmaaan kekuasaan rakyat.
Pasal tersebut diubah karena negara
Indonesia adalah negara yang konstitusional jadi di Indonesia menjunjung tinggi
konstitusi dan demokrasi. Kedaulatan atau kekuasaan tertinggi tersebut
dilaksanakan oleh rakyat dengan sistem demokrasi secara langsung maupun tidak
langsung.
1.
Demokrasi
langsung, dalam demokrasi langsung rakyat diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintahan. Misalnya pemilu.
2.
Demokrasi tidak
langsung atau demokrasi perwakilan. Dalam demokrasi ini, pengambilan keputusan
dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu.
Rakyat memilih wakilnya sendiri untuk membuat keputusan politik. Dengan kata
lain, dalam demokrasi tidak langsung, aspirasi rakyat disalurkan melalui
wakilwakil rakyat duduk di lembaga perwakilan rakyat.
Selain itu terlihat pula
perubahan pada pasal 1 ayat 3 yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum.
Hukum tertingginya adalah konstitusi yaitu sebagai dasar hukumnya.
B.
Tugas dan
Wewenang MPR
Amandemen UUD 1945 mengubah secara substansif komposisi, tugas,
wewenang, dan fungsi dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR saat ini
didefinisikan sebagai lembaga negara yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Jumlah anggota MPR saat ini adalah 678
orang terdiri atas 550 anggota DPR dan 128 anggota DPD. Masa jabatan anggota
MPR adalah lima tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah atau janji. (Miriam Budiardjo, 2008:349)
Dalam perubahan
UUD 1945 terlihat perubahan dan Penambahan tugas dan wewenang MPR menjadi terbatas yaitu meliputi tiga
hal:
1.
MPR berwenang
mengubah dan menetapkan UUD. (pasal 3 ayat 1)
2.
MPR melantik
Presiden dan Wakil Presiden (pasal 3 ayat 2)
3.
MPR
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
UUD (pasal 3 ayat 3).
C. Badan Eksekutif Hasil
Amandemen
UUD 1945 hasil amandemen ke tiga menguatkan sistem presidensial di
Indonesia dengan mengadakan pemilihan umum untuk memilih Presiden/Wakil
Presiden (pilpres) secara langsung oleh rakyat. Pilpres memperkuat legitimasi
presiden karena ia dipilih langsung oleh rakyat seperti DPR. Terlihat dalam
pasal 6A mengenai syarat-syarat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kemudian
pasal 6 ayat 1 mengenai syarat-syarat menjadi calon presiden dan wakil
presiden.
Di samping itu, UUD 1945 hasil amandemen mempersulit pemecatan
(impeachment) Presiden oleh MPR. Bila DPR melihat bahwa Presiden telah
menyimpang dari GBHN (Garia-garis Besar Haluan Negara) atau telah melakukan
kebijakan yang berbeda darri pandangan DPR, DPR dapat mengundang MPR untuk
melakukan sidang istimewa yang khusus diadakan untuk memecat Presiden. Dalam
UUD hasil amandemen, presiden tidak dapat dipecat karena masalah politik.
Presiden hanya bisa dipecat bila ia dianggap telah “melakukan pelanggaran hukum
berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” (pasal 7A)
Presiden di bawah UUD 1945 hasil amandemen adalah presiden di dalam
sistem presidensial yang demokratis. Ia tidak dapat diberhentikan oleh DPR
karena masalah-masalah politik, sebaliknya presiden tidak dapat membubarkan DPR
(Miriam Budiardjo, 2008:315). Hal tersebut terlihat dari pasal 7 C, presiden
tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
Presiden membutuhkan dukungan yang cukup kuat sehingga memerlukan
adanya parpol atau koalisi parpol yang kuat sehingga presiden dapat memerintah
dengan baik. Yang diperlukan presiden RI dalam sistem presidensial yang berlaku
sekarang ini adalah kerjasama yang baik dengan DPR sehingga terbentuk sinergi
dalam pemerintahan. Perbedaan-perbedaan pandangan antara presiden dan DPR
diharapkan tidak menghambat presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai
kepala badan eksekutif. Sebagai contohnya yaitu “perjanjian internasional yang
berakibat luas dan membebani keuangan negara yang dilakukan Presiden harus
mendapat persetujun DPR” (pasal 11 ayat 2).
Menenggapi kekosongan wakil presiden dalam perubahan ketiga Pasal 8 Ayat (2)-yang menyebutkan dalam hal terjadi
kekosongan wakil presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, MPR
menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden dari dua calon yang
diusulkan presiden-juga menjadi tidak berlaku.
D.
Pemilu
Amandemen UUD 1945 yang ke tiga ada penambahan pasal khusus
mengenai penyelenggaraan pemilihan umum. Yaitu pasal 22 E, secara garis
besarnya adalah diadakannya pemilihan umum suatu badan baru, yaitu Dewan
Perwakilan Daerah yang mewakili kepentingan daerah secara khusus yaitu pasal 22
C ayat 2 & 3 dan pasal 22 E ayat 4 & 5, selain itu dijelaskan adanya
hak DPD untuk mengajukan dan membahas rancangan Undang-undang otonomi daerah
dan melakukan pengawasan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah (pasal 22 D).
Pasal 22 E ayat 1 dijelaskan mengenai asas pemilihan umum yaitu
“pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil setiap lima tahun sekali”. Ayat 2 menjelaskan bahwa akan diadakan tiga
pemilihan umum yaitu “pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR,
DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD. Ayat 3 membahas mengenai peserta
pemilihan umum anggota DPR maupun DPD tersebut yaitu berasal dari partai politik.
Pemilihan umum tersebut dilaksanakan berdasarkan UU No 12 tahun 2003.
E.
Kekuasaan Badan
Yudikatif
Kekuasaan
kehakiman di Indonesia banyak mengalami perubahan sejak masa reformasi.
Amandemen ketiga UUD 1945 mengenai Bab Kekuasaan Kehakiman (BAB IX) memuat
beberapa perubahan. Amandemen menyebutkan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (pasal 24). Mahkamah Agung
bertugas untuk menguji peraturan perundangan di bawah UU terhadap UU. Secara
lengkapnya dijelaskan dalam pasal 24 A. Sedangkan Mahkamah Konstitusi mempunyai
kewenangan menguji UU terhadap UUD, selain itu dijelaskan dalam pasal 24 C.
Hasil
amandemen ketiga UUD 1945 juga menjelaskan mengenai Komisi Yudisial. Komisi
Yudisial adalah suatu lembaga baru yang bebas dan mandir, yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan berwenang dalam rangka penegakkan
kehormatan dan perilaku hakim. Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24 B). Dalam lebih lanjutnya diatur
dalam UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
F. Badan
Keuangan
hasil Amandemen ketiga UUD 1945
dibahas khusus mengenai APBN (pasal 23), kemudian mengenai perpajakan dan
pungutan lain yang memaksa untuk keperluan negara (pasal 23 A). Selanjutnya
dibahas juga BPK sebagai memeriksa pengelolaan keuangan secara bebas dan
mandiri (pasal 23 E). Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa
Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang
Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR
No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa
Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan
peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan
profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK
RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen.
Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5)
kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab
tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk
menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang
Keuangan Negara, yaitu; UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara UU No.1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara UU No. 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
BAB III
PENUTUP
Setelah
MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem
presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan
dengan Pasal 1 ayat (2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan lembaga pemegang kedaulatan
negara tertinggi. Pasal
6A ayat (1) menetapkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.
Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga
pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan (separation of
power) ke 3 cabang yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang secara
ideal diformulasikan sebagai trias politica oleh Montesquieu. Presiden dan
wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya ditentukan
oleh konstitusi. Konsentrasi kekuasaan berada pada Presiden sebagai Kepala
Negara dan Kepala Pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah
pembantu-pembantu presiden yang diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008.
Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Effendi, Sofian. “Dampak
Perubahan Uud 1945 Terhadap Pencapaian Tujuan Nasional”. 2007. Yogyakarta.
Rukiyati, dkk. 2008.
Pendidikan Pancasila. UNY Press: Yogyakarta.
Naskah UUD 1945
No comments:
Post a Comment