Hukum pada
umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan peraturan-peraturan atau
kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama atau : keseluruhan peraturan
tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum mengatur hubungan hukum.
Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat
dan antarindividu itu sendiri. Ikatan–ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban
(Sudikno Mertokusumo.--.40). dengan demikian dalam mempelajari hukum tidak
terlepas dari masyarakat. Hukum dibuat untuk kepentingan dalam kehidupan
bermasyarakat. Keunikkan masyarakat Indonesia ini yang memiliki beraneka ragam
suku adat budaya memiliki suatu aturan khusus yang tidak tertulis yang berasal
dari adat-adat yang ada yang sekarang dikenal dengan hukum adat. Secara
singkatnya hukum adat adalah aturan kebiasaan dalam hidup bermasyarakat. Hukum
adat menjadi sumber hukum yang kedua dalam peraturan perundangundangan.
Hukum adat
sebagai hasil budaya bangsa Indonesia bersendi pada dasar pikiran yang berbeda
dengan dasar pikiran dan kebudayaan barat, dan oleh karena itu untuk
dapat memahami hukum adat kita harus dapat menyelami dasar alam pikiran pada masyarakat
Indonesia. Seperti halnya hukum yang tidak terlepas dari masyarakat, begitu
pula hukum adat juga terdapat masyarakat hukum adat yang bermacam-macam. Untuk
membedakan hukum adat barat dengan Indonesia atau untuk membedakan masyarakat
hukum biasa dengan masyarakat hukum adat maka perlu diketahui corak-corak hukum
adat tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai corak-corak hukum adat
dan juga masyarakat hukum adat di Indonesia.
B.Tujuan
1.Mengerti dan kemudian bisa memahami
corak-corak hukum adat di Indonesia.
2.Mengerti dan memahami masyarakat hukum
adat di Indonesia untuk lebih mendalam dalam mempelajari hukum adat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Corak Hukum Adat
Corak hukum adat
tersebut timbul dan menyatu dalam kehidupan masyarakatnya, karena hukum hanya akan
efektif dengan kultur dan corak masyaraktnya. Oleh karena itu pola pikir dan
paradigma berfikir adat sering masih mengakar dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari sekalipun ia sudah memasuki kehidupan dan aktifitas yang disebut
modern.
F.D. Hollemen, yang pernah menjabat
gurubesar dalam mata pelajaran hukum adat di Leiden dan yang menjadi pengganti
Van Vollenhoven disana, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul De Commune
trek in het Indonesische rechtsleven., menyimpulkan adanya empat sifat umum hukum
adat Indonesia yang hendaknya dipandang juga sebagai suatu kesatuan. Pertama,
sifat religio magis, kedua, sifat komun, ketiga, sifat contant dan keempat,
sifat konkrit (visuil).
1. Bercorak Relegiues- Magis
Masyarakat adat di Indonesia pada dasarnya biasanya
berfikir serta merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan (religi) pada
tenaga-tenaga yang gaib (magis) yang mengisi.
Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap
masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu
tetap aman tentram bahagia dan lain-lain. Tidak ada pembatasan antara dunia
lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan
kehidupan, seperti kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang dan
kehidupan makluk-makluk lainnya.
Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap arwah-arwah
darp pada nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat yang diperlukan bagi
kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama
seperti membuka tanah, membangun rumah, menanam dan peristiwa-pristiwa penting
lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegieus yang bertujuan agar maksud
dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu berhasil dengan
baik.
Arti Relegieus Magis adalah : bersifat kesatuan batin, ada
kesatuan dunia lahir dan dunia gaib, ada hubungan dengan arwah-arwah nenek
moyang dan makluk-makluk halus lainnya, percaya adanya kekuatan gaib, pemujaan
terhadap arwah-arwah nenek moyang, setiap kegiatan selalu diadakan
upacara-upacara relegieus, percaya adnya roh-roh halus, hatu hantu yang
menempati alam semesta, seperti terjadi gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan,
binatang, batu dan lain sebagainya, Percaya adanya kekuatan sakti. Adanya
beberapa pantangan-pantangan.
2. Bercorak
Komunal atau Kemasyarakatan
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu
dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu
dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia
selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada
kepentingan perseorangan. Holleman, yang pendapatnya dikutip koentjaraningrat, mengemukakan, bahwa
sifat komunal (commune trek”) – dalam hukum adat – berarti bahwa kepentingan
individu dalam hukumadat selalu
diimbangi oleh kepentingan umum, bahwa hak-hak individu dalam hukum adat
diimbangi oleh hak-hak umum. Dengan mentalitet itu, segala penilaian, pembuatan
keputusan dan tekanan dalam hukum adat terletaklah dalam tangan desa,
masyarakat adat. Keseluruhan, masyarakat, adalah yang kuat-kuasa, menentukan
segala, memberi arah kepada segala tindak-tanduk.
Secara singkat arti dari Komunal adalah : manusia terikat pada
kemasyarakatan tidak bebas dari segala perbuatannya. Setiap warga mempunyai hak
dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Hak subyektif berfungsi sosial, Kepentingan
bersama lebih diutamakan, Bersifat gotong royong. Sopan santun dan sabar, Sangka
baik dan saling hormat menghormati.
3.Bercorak Kontan
:
Pemindahan atau peralihan
hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang bersamaan yaitu peristiwa
penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar
menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
4.Bercorak Konkrit
Artinya adanya
tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan-hubungan
hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud. Tidak ada
janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak
ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.
Adapun hal yang kedua dari dasar
cara berfikir dalam hukum adat adalah suatu segi atau corak yang khas dari
suatu masyarakat yang masih hidup sangat terpencil atau dalam hidupnya
sehari-hari masih sangat tergantung pada tanah atau alam pada ummumnya. Dalam
masyarakat-masyarakat semacam, selalu terdapat sifat lebih mementingkan
keseluruhan; lebih diutamakan kepentingan umum daripada kepentingan individuil.
Soepomo mengatakan: Corak atau
pola – pola tertentu di dalam hukum adat yang merupakan perwujudkan dari struktur kejiwaan dan cara berfikir yang tertentu oleh
karena itu unsur-unsur hukum adat adalah:
1.Mempunyai sifat kebersamaan yang kuat
; artinya , menusia menurut hukum adat, merupakan
makluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat , rasa kebersamaan mana
meliputi sebuah lapangan hukum adat;
2.Mempunyai corak magisch – religius, yang berhubungan dengan pandangan hidup alam
Indonesia;
3.Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba kongkrit, artinya hukum
adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-hubungan
hidup yang kongkret. Sistem hukum adat mempergunakan hubungan-hubungan yang
kongkrit tadi dalam pengatur pergaulan hidup.
4.Hukum adat mempunyai sifat visual, artinya- hubungan-hubungan hukum dianggap hanya
terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat (atau
tanda yang tampak).
Moch Koesnoe mengemukakan corak hukum adat:
1.Segala bentuk rumusan adat yang berupa kata-kata
adalah suatu kiasan saja. Menjadi tugas kalangan yang menjalankan hukum adat
untuk banyak mempunyai pengetahuan dan pengalaman agar mengetahui berbagai
kemungkinan arti kiasan dimaksud;
2.Masyarakat sebagai keseluruhan selalu menjadi pokok
perhatiannya. Artinya dalam hukum adat kehidupan manusia selalu dilihat dalam
wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh;
3.Hukum adat lebih mengutamakan bekerja dengan
azas-azas pokok . Artinya dalam lembaga-lembaga hukum adat diisi menurut
tuntutan waktu tempat dan keadaan serta segalanya diukur dengan azas pokok,
yakni: kerukunan, kepatutan, dan keselarasan dalam hidup bersama;
4.Pemberian kepercayaan yang besar dan penuh kepada
para petugas hukum adat untuk melaksanakan hukum adat.
Hilman Hadikusuma
mengemukakan corak hukum adat adalah:
1.Tradisional; artinya bersifat turun menurun, berlaku
dan dipertahankan oleh masyarakat bersangkutan.
2.Keagamaan (Magis-religeius);
artinya perilaku hukum atau kaedah-kaedah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan
terhadap yanag gaib dan atau berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
3.Kebersamaan (Komunal),
artinya ia lebih mengutamakan kepentingan bersama, sehingga kepentingan pribadi
diliputi kepentingan bersama. Ujudnya rumah gadang, tanah pusaka (Minangkabau)
. Dudu sanak dudu kadang yang yen mati melu kelangan (Jw).
4.Kongkrit/ Visual;artinya jelas, nyata berujud. Visual
artinya dapat terlihat, tanpak, terbuka, terang dan tunai. Ijab – kabul, , jual
beli serah terima bersamaan (samenval
van momentum)
5.Terbuka dan Sederhana;
6.Dapat berubah dan Menyesuaikan;
7.Tidak dikodifikasi;
8.Musyawarah dan Mufakat;
B.Masyarakat Hukum Adat
Menurut
rumusan Ter Haar masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur,
menetap disuatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai
kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupaun tidak terlihat, dimana
para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat
sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para
anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang
telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan
itu untuk selama-lamanya.
Selanjutnya
dalam internasional Konvesi ILO 169 tahun 1989 merumuskan masyarakat adat
sebagai masyarakat yang berdiam dinegara-negara yang merdeka dimana kondisi
sosial, kultural dan ekonominyammembedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat
lain di negara tersebut, dan statusnya diatur, baik seluruhnya maupun sebagian
oleh adat dan tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum dan peraturan
khusus. Sedangkan Masyarakat adat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) merumuskan masyarakat adat sebagai suatu komunitas yang
memiliki asal-usul leluhur secara turun-temurun hidup di wilayah geografis
tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi politik, budaya dan
sosial yang khas (Martua Sirait, Chip Fay dan
A. Kusworo. Southeast Asia Policy Research Working
Paper, No. 24. Hal: 5)
Struktur
Masyarakat Hukum Adat
1.Berdasar Genealogis (keturunan)
Masyarakat hukum adat yang strukturnya
bersifat genealogis (menurut azas kedarahan (keturunan) ialah masyarakat hukum
adat yang anggota-anggotanya merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan
kepercayaan bahwa mereka semua berasal satu keturunan yang sama. Dengan
kata-kata lain: seseorang menjadi anggota masyarakat hukum adat yang
bersangkutan karena ia menjadi atau menganggap diri keturunan dari seorang
ayah-asal (nenek-moyang laki-laki) tunggal - melalui garis keturunan laki-laki
– atau dari seorang ibu-asal (nenek moyang perempuan) tunggal-melalui garis keturunan perempuan - dan
dengan demikian menjadilah semua anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan
itu suatu kesatuan dan tunduk pada peraturan-peraturan hukum (adat) yang sama.
Dalam masyarakat hukum adat yang
ditentukan oleh faktor genealogis ini, kita mengenal tiga macam (type)
pertalian keturunan, yaitu:
a.Pertalian keturunan menurut garis laki-laki (Patrilineal), hal ini terdapat dalam
masyarakat hukum adat orang Batak, orang Bali, orang Ambon, nias, sumba
b.Pertalian keturunan menurut garis perempuan (Matrilineal), hal ini terdapat dalam
masyarakat hukum adat orang Minangkabau, orang Kerinci, orang Semendo.
c.Masyarakat hukum adat keibu-bapaan (Parental) yang dalam bahasa
Indonesia disebut rumpun yang merupakan kesatuan yang menjadi gabungan dari
sejumlah gezin-gezin di Kalimantan. Selain itu contohnya dalam
Suku Jawa, sunda, aceh, dayak
Dalam masyarakat Indonesia
masih ada lagi dua jenis landasan mempersatukan orang berdasarkan keturunan,
yaitu garis keturunan yang dalam bahasa Belanda disebut : altenerend, dan garis
keturunan yang dalam bahasa Belanda pula disebut : dubbel-unilateraal. Kedua
garis keturunan ini merupakan bentuk-bentuk istimewa dalam menarik garis
keturunan, yang berasal dari –yaituyang
dalam fase permulaannya terdapat dalam – masyarakat hukum adat kebapaan.
Masyarakat hukum adat yang
susunannya didasarkan atas pertalian keturunan menurut suatu garis altenered
adalah masyarakat hukum adat yang para anggotanya menarik garis keturunan
berganti-ganti secara bergiliran melalui garis ayah maupun melalui garis ibu
sesuai dengan bentuk perkawinan yang dialami oleh orang tua, yaitu bergiliran
kawin jujur, kawin semendo maupun kawin semendorajo-rajo (Rejang).
Masyarakat hukum adat yang
susunannya didasarkan atas pertalian keturunan menurut garis
dubbel-unilateraladalah masyarakat
hukum adat yang para angotanya menarik garis keturunan melalui garis ayah dan
garis ibu jalin-menjalin, dan hal itu sesuai dengan pandangan dari mereka yang
bersangkutan dan tergantung pada hal apakah ia laki-laki atau perempuan
(Timor).
2. berdasar
Teritorial (wilayah)
Masyarakat hukum adat yang
strukturnya bersifat teritorial(lihatlah diatas tadi), yaitu masyarakat hukum adat yang disusun
berazaskan lingkungan daerah, adalah masyarakat hukum adat yang para anggotanya
merasa bersatu, dan oleh sebab itu merasa bersama-sama merupakan kesatuan
masyarakat hukum adat yang bersangkutan, karena ada ikatan antara mereka
masing-masing dengan tanah tempat tinggal mereka. Landasan yang mempersatukan
para anggota masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial adalah
ikatan antara orang – yaitu anggota masing-masing masyarakat tersebut – dengan
tanah yang didiami sejak kelahirannnya, yang didiami oleh orang tuanya, yang
didiami oleh neneknya, yang dialami oleh nenek moyangnya, secara turun-temurun
ikatan dengan tanah menjadi inti azas teritorial itu.
Teranglah, meningglakan
tempat tinggal bersama lingkungan daerah untuk sementara waktu, tidaklah membawa
hilangnya keangotaan masyarakat, dan, sebaliknya, orang asing (orang yang
berasal dan datang dari luar lingkungan-daerah) tidak dengan begitu saja
diterima dan diangkat menurut hukum adat menjadi anggota masyarakat hukum adat,
yaitu menjadi teman segolongan, teman hidup sedesa, seraya mempunyai hak dan
kewajiban sebagai anggota sepenuhnya (misalnya, berhak ikut-serta dalam rukun
desa). Supaya dapat menjadi anggota penuh masyarakat hukum adat, maka orang
asing berstatus pendatang.
a.Masyarakat hukum desa
Masyarakat hukum desa adalah segolongan atau sekumpulan
orang yang hidup bersama berazaskan pandangan hidup, cara hidup, dan sistim
kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu tempat kediaman bersama dan
yang, oleh sebab itu, merupakan suatu kesatuan suatu tata-susunan, yang
tertentu, baik keluar maupun kedalam. Masyarakat hukum desa ini melingkupi pula
kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak diluar wilayah desa yang sebenarnya,
yang lazim disebut teratak atau dukuh, tetapi yang juga tunduk pada penjabat
kekuasaan desa dan, oleh sebab itu, baginya juga merupakan pusat kediaman.
Contoh-contoh adalah desa-desa di Jawa dan Bali.
b.masyarakat hukum Daerah
Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan sosial yang
teritorial yang melingkupi beberapa masyarakat hukum desa yang masing-masingnya
tetap merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri tersendiri. Biarpun
masing-masing masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum
wilayah itu mempunyai tata susunan dan pengurus sendiri-sendiri, masih juga masyarakat
hukum desa tersebut merupakan bagian yang tak terpisah dari keseluruhan, yaitu
merupakan bagian yang tak terpisah dari masyarakat, hukum wilayah sebagai
kesatuan sosial teritorial yang lebih tinggi. Dengan kata-kata lain: masyarakat
hukum desa itu merupakan masyarakat hukum bawahan yang juga memiliki harta
benda, menguasai hutan dan rimba yang terletak diantara masing-masing kesatuan
yang tergabung dalam masyarakat hukum wilayah dan tanah, baik yang tergabung
dalam masyarakat hukum wilayah dan tanah, baik yang ditanami maupun yang
ditinggalkan atau belum dikerjakan. Contoh-contoh adalah kuria di Angkola dan
Mandailing kuria sebagai masyarakat hukum wilayah melingkupi beberapa huta
marga di Sumatera Selatan marga sebagai masyarakat hukum wilayah melingkupi
beberapa dusun.
c. Perserikatan
(beberapa kampung)
Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu kesatuan
sosial yang teritorial, yang melulu dibentuk atas dasar kerjasama
diberbagai-bagai lapangan demi kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang
tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa itu. kerjasama itu dimungkinkan
karena kebetulan berdekatan letaknya masyarakat hukum desa yang bersama-sama
membentuk masyarakat hukum serikat desa itu.
Tetapi biarpun berdekatan
letaknya masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat
desa itu kebetulan, masih juga kerjasama tersebut adalah kerjasama yang
bersifat tradisionil. Untuk dapat menjalankan kerjasama itu secara tersebut
mempunyai pengurus bersama, yang biasanya (1) mengurus pengairan, (2)
menyelesaikan perkara-perkara delik adat, (3) mengurus hal-hal yang bersangkut
paut dengan keamanan bersama. Kadang-kadang, kerjasama ini diadakan pula karena
ada (4) keturunan
Diantara tiga jenis
masyarakat hukyum adat yang teritorial yang disebut diatas tadi, maka yang
merupakan pusat pergaulan sehari-hari adalah desa, huta dan dusun. Hal ini
ditinjau dari baik segi organisasi sosial maupun dari perasaaan perikatan yang
bersifat tradisionil.
Segala aktivitast masayarakat hukum desa dipusatkan dalam
tangan kepala desa, yang menjadi bapak masyarakat desa dan yang dianggap
mengetahui segala peraturan-peraturan adat dan hukum adat masyarakat hukum adat
yang dipimpinnya itu – oleh sebab itu kepala desa adalah juga kepala adat
(adathoofd).
BAB III
KESIMPULAN
Hukum adat Indonesia yang
normative pada umumnya menunjukkan corak yang tradisional, keagamaan,
kebersamaan, konkrit dan visual, terbuka, dan sederhana, dapat berubah dan
menyesuaikan, tidak di kodifikasi, musyawarah dan mufakat. Akhirnya, perlu dikemukakan
pula bahawa faktor teritorial ikatan antara orang dengan tanah bukanlah faktor
satu-satunya menentukan masyarakat hukum desa. Juga faktor genealogis adalah
suatu faktor penting dan turut menentukan. Bahkan, pada permulaan tiap kelompok
orang, yang kemudian merupakan masyarakat hukum desa itu, merupakan kesatuan
hanya berdasarkan keturunan sama belaka. pada permulaan kelompok itu
mengembara, hidup secara nomadis, dan yang menjadi ikatan satu-satunya adalah
keturunan saja. Selanjutnya, lambat laun kelompok itu menetap disuatu daerah
tertentu dan sesudah itu timbullah ikatan baru, yaitu ikatan antara kelompok
itu dengan tanah yang didiaminya. Timbullah faktor teritorial. Proses
teritorialisaai ini pada waktu sekarang sudah hampir terhenti. Sudah tentu pada
waktu masih berjalannya, maka proses tersebut dipengaruhi oleh banyak hal
seperti perkembangan kerokhanian serta pandangan-pandangan terhadap alam
sekitar; pengaruh ini adalah pengaruh yang bersifat timbal-balik.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Bushar. 1984. Asas
Asas Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita
Mertokusumo, Sudikno.--.Mengenal
Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty
Ragawino, Bewa .2008. Pengantar
dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia. Bandung:--
Sirait, Martua dkk.
Bagaimana Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat dalam mengelola SDA Diatur. Southeast Asia Policy Research Working Paper,
No. 24
Thanx infonya, mampir juga dblog ane.. hitamandbiru.blogspot.com
ReplyDelete